Minggu, 29 November 2009

Pengembangan Teori Darwin

Darwin sudah lama berpikir tentang evolusi ide; bahwa semua species berhubungan satu sama lain dan mempunyai "common ancestor" (berasal dari satu garis keturunan) dan melalui mutasi species baru muncul. Namun dia masih penasaran tentang mekanisme bagaimana proses itu terjadi. Secara kebetulan, ia membaca tulisal-tulisan Thomas Malthus. Malthus berpendapat bahwa populasi manusia bertambah lebih cepat daripada produksi makanan, sehingga menyebabkan manusia bersaing satu sama lain untuk memperebutkan makanan dan menjadikan perbuatan amal sia-sia. Dengan gembira Darwin menggunakan mekanisme ini untuk menjelaskan teorinya. Ia menulis: "Manusia cenderung untuk bertambah dalam tingkat yang lebih besar daripada caranya untuk bertahan. Akibatnya, sesekali ia harus berjuang keras untuk bertahan, dan seleksi alam akan mempengaruhi apa yang terletak di dalam jangkauan ini." (Descent of Man, Ps.21) Ia menghubungkan hal ini dengan temuan-temuannya mengenai spesies-spesies yang terkait dengan tempat-tempat, penelitiannya tentang pengembang-biakan binatang, dan gagasan tentang "hukum seleksi alam" (Natural Selection). Menjelang akhir 1838 ia membandingkan ciri-ciri seleksi para peternak dengan seleksi alam menurut teori Malthus dari varian-varian yang terjadi "secara kebetulan" sehingga "setiap bagian dari struktur yang baru diperoleh sepenuhnya dipraktikkan dan disempurnakan", dan menganggap bahwa ini adalah "bagian yang paling indah dari teori saya" tentang bagaimana spesies-spesies itu bermula.
Darwin kini adalah seorang geolog terkemuka di kalangan elit ilmiah di antara para pendeta yang juga adalah kaum naturalis. Secara kuangan ia cukup mapan dengan penghasilan pribadi. Ia mempunyai banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukannya, menuliskan temuan-temuan dan teori-teorinya, dan mengawasi persiapan penulisan rangkaian bukunya Zoologi yang menggambarkan koleksi-koleksinya. Ia yakin akan kebenaran evolusi, namun untuk jangka waktu yang lama ia sadar bahwa transmutasi spesies dihubungkan dengan penyangkalan terhadap Tuhan serta dengan para agitator demokratis di Britania yang berusaha menggulingkan masyarakat. Jadi, penerbitan teorinya dapat mengancam reputasinya. Darwin melakukan banyak percobaan dengan tanaman dan melakukan berbagai konsultasi dengan para peternak binatang, termasuk peternak burung merpati dan babi, sambil berusaha menemukan jawaban-jawaban yang kuat terhadap semua argumen yang diantisipasinya ketika ia menyajikan teorinya di muka umum.
Ketika laporan FitzRoy diterbitkan pada Mei 1839, Jurnal dan Catatan-catatan Darwin mendapatkan sambutan hangat. Belakangan pada tahun yang sama, tulisan itu diterbitkannya sendiri, laku keras dan kini dikenal sebagai The Voyage of the Beagle (Pelayaran Beagle). Pada Desember 1839, ketika Emma sedang hamil untuk pertama kalinya, Darwin kembali jatuh sakit.

Kisah Indah

kisah-kisah kecilku
tentang sahabat sejati
teman yang menjadi saudara
selalu bersama dalam doa dan mimpi
kini tak lagi di sisi
tapi ikatan kisah ini
terlalu kuat tuk dilepas
dan takkan rela kulepas
karena mereka
satu dari sedikit alasanku tuk hidup
terlalu jauh kini
ada yang di dunia
ada yang di surga
tapi rasa yang kami miliki tetap sama
selayaknya waktu bersama
kisah kecil yang abadi
dari sahabat yang tak mungkin abadi
kisah dari rasa yang sama
kisah indah
seindah dongeng sebelum tidur

cerpen persahabatan

Pagi hari saat aku terbangun tiba-tiba ada seseorang memanggil namaku. Aku melihat keluar. Ivan temanku  sudah menunggu diluar rumah kakekku dia mengajakku untuk bermain bola basket.“Ayo kita bermain basket ke lapangan.” ajaknya padaku. “Sekarang?” tanyaku dengan sedikit mengantuk. “Besok! Ya sekarang!” jawabnya dengan kesal.“Sebentar aku cuci muka dulu. Tunggu ya!”, “Iya tapi cepat ya” pintanya.Setelah aku cuci muka, kami pun berangkat ke lapangan yang tidak begitu jauh dari rumah kakekku.“Wah dingin ya.” kataku pada temanku. “Cuma begini aja dingin payah kamu.” jawabnya.Setelah sampai di lapangan ternyata sudah ramai. “Ramai sekali pulang aja males nih kalau ramai.” ajakku padanya. “Ah! Dasarnya kamu aja males ngajak pulang!”, “Kita ikut main saja dengan orang-orang disini.” paksanya. “Males ah! Kamu aja sana aku tunggu disini nanti aku nyusul.” jawabku malas. “Terserah kamu aja deh.” jawabnya sambil berlari kearah orang-orang yang sedang bermain basket.“Ano!” seseorang teriak memanggil namaku. Aku langsung mencari siapa yang memanggilku. Tiba-tiba seorang gadis menghampiriku dengan tersenyum manis. Sepertinya aku mengenalnya. Setelah dia mendekat aku baru ingat. “Bella?” tanya dalam hati penuh keheranan. Bella adalah teman satu SD denganku dulu, kami sudah tidak pernah bertemu lagi sejak kami lulus 3 tahun lalu. Bukan hanya itu Bella juga pindah ke Bandung ikut orang tuanya yang bekerja disana. “Hai masih ingat aku nggak?” tanyanya padaku. “Bella kan?” tanyaku padanya. “Yupz!” jawabnya sambil tersenyum padaku. Setelah kami ngobrol tentang kabarnya aku pun memanggil Ivan. “Van! Sini” panggilku pada Ivan yang sedang asyik bermain basket. “Apa lagi?” tanyanya padaku dengan malas. “Ada yang dateng” jawabku. “Siapa?”tanyanya lagi, “Bella!” jawabku dengan sedikit teriak karena di lapangan sangat berisik. “Siapa? Nggak kedengeran!”. “Sini dulu aja pasti kamu seneng!”. Akhirnya Ivan pun datang menghampiri aku dan Bella.Dengan heran ia melihat kearah kami. Ketika ia sampai dia heran melihat Bella yang tiba-tiba menyapanya. “Bela?” tanyanya sedikit kaget melihat Bella yang sedikit berubah. “Kenapa kok tumben ke Jogja? Kangen ya sama aku?” tanya Ivan pada Bela. “Ye GR! Dia tu kesini mau ketemu aku” jawabku sambil menatap wajah Bela yang sudah berbeda dari 3 tahun lalu. “Bukan aku kesini mau jenguk nenekku.” jawabnya. “Yah nggak kangen dong sama kita.” tanya Ivan sedikit lemas. “Ya kangen dong kalian kan sahabat ku.” jawabnya dengan senyumnya yang manis.Akhinya Bella mengajak kami kerumah neneknya. Kami berdua langsung setuju dengan ajakan Bela. Ketika kami sampai di rumah Bela ada seorang anak laki-laki yang kira-kira masih berumur 4 tahun. “Bell, ini siapa?” tanyaku kepadanya. “Kamu lupa ya ini kan Dafa! Adikku.” jawabnya. “Oh iya aku lupa! Sekarang udah besar ya.”. “Dasar pikun!” ejek Ivan padaku. “Emangnya kamu inget tadi?” tanyaku pada Ivan. “Nggak sih!”  jawabnya malu. “Ye sama aja!”. “Biarin aja!”. “Udah-udah jangan pada ribut terus.” Bella keluar dari rumah membawa minuman. “Eh nanti sore kalian mau nganterin aku ke mall nggak?”  tanyanya pada kami berdua. “Kalau aku jelas mau dong! Kalau Ivan tau!” jawabku tanpa pikir panjang. “Ye kalau buat Bella aja langsung mau, tapi kalau aku yang ajak susah banget.” ejek Ivan padaku. “Maaf banget Bell, aku nggak bisa aku ada latihan nge-band.”  jawabnya kepada Bella. “Oh gitu ya! Ya udah no nanti kamu kerumahku jam 4 sore ya!” kata Bella padaku. “Ok deh!” jawabku cepat.Saat yang aku tunggu udah dateng, setelah dandan biar bikin Bella terkesan dan pamit keorang tuaku aku langsung berangkat ke rumah nenek Bella. Sampai dirumah Bella aku mengetuk pintu dan mengucap salam ibu Bella pun keluar dan mempersilahkan aku masuk. “Eh ano sini masuk dulu! Bellanya baru siap-siap.” kata beliau ramah. “Iya tante!” jawabku sambil masuk kedalam rumah. Ibu Bella tante Vivi memang sudah kenal padaku karena aku memang sering main kerumah Bella. “Bella ini Ano udah dateng” panggil tante Vivi kepada Bella. “Iya ma bentar lagi” teriak Bella dari kamarnya. Setelah selesai siap-siap Bella keluar dari kamar, aku terpesona melihatnya. “Udah siap ayo berangkat!” ajaknya padaku.Setelah pamit untuk pergi aku dan Bella pun langsung berangkat. Dari tadi pandanganku tak pernah lepas dari Bella. “Ano kenapa? Kok dari tadi ngeliatin aku terus ada yang aneh?” tanyanya kepadaku. “Eh nggak apa-apa kok!”  jawabku kaget.Kami pun sampai di tempat tujuan. Kami naik ke lantai atas untuk mencari barang-barang yang diperlukan Bella. Setelah selesai mencari-cari barang yang diperlukan Bella kami pun memtuskan untuk langsung pulang kerumah. Sampai dirumah Bella aku disuruh mampir oleh tante Vivi. “Ayo Ano mampir dulu pasti capek kan?” ajak tante Vivi padaku. “Ya tante.” jawabku pada tante Vivi.Setelah waktu kurasa sudah malam aku meminta ijin pulang. Sampai dirumah aku langsung masuk kekamar untuk ganti baju. Setelah aku ganti baju aku makan malam. “Kemana aja tadi sama Bella?” tanya ibuku padaku. “Dari jalan-jalan!” jawabku sambil melanjutkan makan. Selesai makan aku langsung menuju kekamar untuk tidur. Tetapi aku terus memikirkan Bella. Kayanya aku suka deh sama Bella. “Nggak! Nggak boleh aku masih kelas 3 SMP, aku masih harus belajar.” bisikku dalam hati.Satu minggu berlalu, aku masih tetap kepikiran Bella terus. Akhirnya sore harinya Bella harus kembali ke Bandung lagi. Aku dan Ivan datang kerumah Bella. Akhirnya keluarga Bella siap untuk berangkat. Pada saat itu aku mengatakan kalau aku suka pada Bella.“Bella aku suka kamu! Kamu mau nggak kamu jadi pacarku” kataku gugup.“Maaf ano aku nggak bisa kita masih kecil!” jawabnya padaku. “Kita lebih baik Sahabatan kaya dulu lagi aja!”Aku memberinya hadiah kenang-kenangan untuknya sebuah kalung. Dan akhirnya Bella dan keluarganya berangkat ke Bandung. Walaupun sedikit kecewa aku tetap merasa beruntung memiliki sahabat seperti Bella. Aku berharap persahabatan kami terus berjalan hingga nanti.

Minggu, 22 November 2009

Minggu, 15 November 2009

Awal Sejarah Internet di Indonesia

Sumber Gambar : otakku.com
Sumber Gambar : otakku.com
RMS Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Indrayanto merupakan beberapa nama-nama legendaris di awal pembangunan Internet Indonesia yang mungkin kurang banyak dikenal oleh khalayak Internet Indonesia di tahun 2008 ini. Masing-masing personal telah mengkontribusikan keahlian dan dedikasinya dalam membangun cuplikan-cuplikan sejarah jaringan komputer di Indonesia. Pada waktu itu di awal tahun 1990-an jaringan Internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network. Semangat kerjasama, kekeluargaan & gotong royong sangat hangat dan terasa diantara para pelakunya. Agak berbeda dengan suasana Internet Indonesia hari ini yang terasa lebih komersial dan individual di sebagian aktifitasnya terutama yang melibatkan perdagangan Internet.
Tulisan-tulisan tentang keberadaan jaringan Internet di Indonesia dapat di lihat di beberapa artikel di media cetak seperti KOMPAS berjudul “jaringan komputer biaya murah menggunakan radio” di akhir tahun 1990 / awal 1991-an. Juga beberapa artikel pendek di Majalah Elektron Himpunan Mahsiswa Elektro ITB di tahun 1989-an.
Inspirasi tulisan-tulisan awal Internet Indonesia datangnya dari kegiatannya di amatir radio khususnya rekan-rekan di Amatir Radio Club (ARC) ITB di tahun 1986-an. Bermodal pesawat Rig HF SSB Kenwood TS430 milik Harya Sudirapratama YC1HCE dengan komputer Apple II milik YC1DAV sekitar belasan anak muda ITB seperti Harya Sudirapratama YC1HCE, J. Tjandra Pramudito YB3NR (sekarang dosen di UNPAR), Suryono Adisoemarta N5SNN (sekarang dosen di Texas,US) bersama Onno W. Purbo YC1DAV mereka berguru pada para senior amatir radio seperti Robby Soebiakto YB1BG, Achmad Zaini YB1HR, Yos YB2SV, YB0TD di band 40m. Mas Robby Soebiakto YB1BG merupakan suhu diantara para amatir radio di Indonesia khususnya untuk komunikasi data packet radio yang kemudian di dorong ke arah TCP/IP, teknologi packet radio TCP/IP yang kemudian di adopsi oleh rekan-rekan BPPT, LAPAN, UI, & ITB yang kemudian menjadi tumpuan PaguyubanNet di tahun 1992-1994-an. Mas Robby Soebiakto YB1BG adalah koordinator IP pertama dari AMPR-net (Amatir Packet Radio Network) yang di Internet dikenal dengan domain AMPR.ORG dan IP 44.132. Saat ini AMPR-net Indonesia di koordinir oleh penulis YC1DAV. Koordinasi dan aktifitas-nya mengharuskan seseorang untuk menjadi anggota ORARI dan di koordinasi melalui mailing list YBNET-L@ITB.ac.id.

ISP

ISP


BEBERAPA tahun belakangan pertumbuhan internet di Yogyakarta memang selalu semarak. Antara tahun 1999 sampai 2002 pertumbuhan warung internet atau warnet sangat pesat. Hampir di setiap sudut kota, kita bisa menjumpai usaha warnet ini. Saat ini jumlah warnet yang hidup di Yogyakarta diperkirakan sekitar 130 buah.

Maraknya perkembangan warnet ini tentu saja berdampak positif bagi penyebaran internet dan mengikis kesenjangan teknologi informasi (digital devide). Masyarakat dapat mengakses internet dan mendapatkan informasi di internet dengan mudah. Perkembangan internet yang pesat ini juga didorong oleh fakta kota Yogyakarta sebagai kota pelajar. Banyak pelajar dan mahasiswa yang membutuhkan fasilitas akses internet melalui warnet ini karena sambungan telepon kabel masih sangat kurang, apalagi kalau harus menjangkau kamar-kamar kos pada mahasiswa dan pelajar.

Perkembangan dunia internet ternyata tidak berhenti di sana. Beberapa warnet yang merasa membutuhkan koneksi internet lebih baik berinisiatif mengembangkan diri dan memberikan layanan jasa akses internet, yang dalam kesehariannya sering disebut sebagai penyedia jasa internet/internet service provider (ISP). Sampai pertengahan tahun 2004 ini, tercatat di Yogyakarta ada sekitar 25 ISP, sementara dari data yang dimiliki Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), di Yogyakarta beroperasi 13 ISP yang telah memiliki izin dari pemerintah (Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi/ Ditjen Postel).

Perizinan ISP yang dikeluarkan oleh Ditjen Postel memang cukup berlapis. Setelah memiliki izin usaha berupa PT, ISP harus mengurus izin prinsip yang berlaku selama satu tahun. Untuk menjamin kemampuan ISP memberikan layanan yang baik kepada masyarakat, Postel akan melakukan uji laik operasi (ULO) dan, jika lulus, ISP akan mendapatkan izin penyelenggaraan. Mulai tahun 2004, Postel juga memberlakukan kontrak pengembangan yang diwujudkan dalam modern licencing. Pada proses pengurusan izin di atas, semua perangkat yang digunakan harus disertifikasi terlebih dahulu.

DALAM pelaksanaannya, ISP diwajibkan untuk membayar BHP Penyelenggaraan Telekomunikasi sebesar satu persen dari pendapatan operasional. Jika menggunakan wireless LAN 2,4 GHz, ISP harus mengurus izin frekuensi untuk mendapatkan izin stasiun radio dan akan dikenai BHP Frekuensi. ISP yang menggunakan koneksi via satelit harus juga memiliki landing rights yang didapat dari Network Access Provider (NAP).

Berlapisnya proses perizinan telekomunikasi bagi ISP sering kali membuat ISP ciut nyalinya untuk melakukan pengurusan. Sebagian belum berani mulai mengurus karena takut akan ada biaya siluman dalam kepengurusan yang jumlahnya besar, meskipun pihak Postel sendiri setiap melakukan sosialisasi selalu mengatakan bahwa biaya pengurusan izin adalah nol rupiah.

Ketidakberesan izin yang dimiliki ISP di daerah menjadi terbukti saat dilakukan penertiban, seperti yang dilakukan oleh Kantor Balai Monitor Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Kelas II Yogyakarta pada tanggal 15 dan 16 September 2004 lalu. Sebanyak 10 ISP dinyatakan tidak beres izinnya, dan perangkat mereka disita dan disegel, sehingga tidak dapat beroperasi. Penyegelan berdampak langsung terhadap tutupnya lebih dari 70 warnet dan putusnya koneksi internet pada 41 kantor instansi pemerintah dan sekolah, 5 perusahaan swasta, serta 23 pelanggan personal. Artinya, penertiban yang telah dilakukan ini melumpuhkan sekitar 50 persen internet di Yogyakarta.

Secara logis, semua orang pasti setuju bahwa industri apa pun yang tumbuh di Indonesia haruslah berada pada koridor hukum dan peraturan yang benar. Namun, melihat banyaknya jumlah ISP yang perizinannya belum lengkap (sebagian malah belum memiliki izin sama sekali) dan cukup besarnya jumlah pelanggan yang dilayani, harus disadari bahwa ISP ilegal ini ternyata memegang peranan yang cukup signifikan pada proses penyebaran internet di daerah-daerah. Di saat ISP-ISP besar berkonsentrasi pada pengembangan usaha di Jakarta, daerah bisa dibilang menjadi anak tiri. ISP yang melakukan operasi secara nasional dan melakukan penetrasi ke daerah-daerah jumlahnya tidak lebih dari jumlah jari tangan kita.

SEMAKIN majunya teknologi perangkat, untuk menjadi sebuah ISP dengan kapasitas 2 mbps, tidak lagi harus menggunakan perangkat yang mahal dan bermerek. Komputer personal yang dilengkapi beberapa kartu jaringan (network card) sudah dapat difungsikan menjadi router dan pengatur kecepatan koneksi pelanggan (bandwidth management). Atau kalau mau lebih mudah, dengan perangkat lunak Mikrotik (http://www.mikrotik.com) seharga 45 dollar AS, kita sudah bisa mendapatkan aplikasi router yang cukup lengkap.

Untuk menyalurkan bandwidth ke pelanggan, tidak lagi dibutuhkan perangkat jaringan yang mahal. Cukup dengan sepasang perangkat wireless internet 2,4 GHz seharga kurang dari Rp 1 juta per buah dan bisa dibeli dengan mudah di toko-toko komputer di Mangga Dua. Untuk total investasi awal perangkat sebuah ISP kecil saat ini hanya diperlukan biaya tidak lebih dari Rp 50 juta.

Menurut aturan, seluruh perangkat jaringan yang digunakan harus disertifikasi. Masalah sertifikasi adalah masalah yang cukup mengganjal dengan penyelenggaraan ISP murah ini. Misalnya untuk perangkat router dengan menggunakan PC, hampir tidak mungkin dilakukan sertifikasi, mengingat spesifikasi router bisa di-upgrade sewaktu-waktu jika dibutuhkan, dan juga konfigurasi antara satu PC router dengan lainnya bisa berbeda.

Demikian juga dengan perangkat wireless, seiring dengan perkembangan teknologi, hampir tiap tiga bulan setiap merek perangkat mengeluarkan jenis yang baru, padahal setiap kali keluar jenis baru, perangkat tersebut harus disertifikasi lagi. Merek yang tersedia di pasaran pun beragam, dan sebagian dari merek-merek tersebut tidak ada yang telah disertifikasi. Sertifikasi ini seharusnya dilakukan oleh produsen, dan bukan oleh toko penjual, ataupun ISP sebagai pemakai. Seharusnya, perangkat yang telah sesuai dengan standar baku internasional secara otomatis juga diakui oleh pemerintah dan tidak perlu lagi disertifikasi.

Aturan yang mengatur tata cara perizinan ISP di Indonesia saat dibuat memang diarahkan untuk mengatur perusahaan besar. Saat itu belum terpikir bahwa dengan modal kecil bisa membuat ISP. Pemerintah (dalam hal ini Ditjen Postel) perlu lebih bijaksana menyikapi hal ini. Fungsi pemerintah sebagai pembina perlu lebih dikedepankan daripada fungsi sebagai regulator dan penertib. Postel perlu membuat langkah-langkah operasional yang nyata untuk merangkul ISP-ISP kecil yang sebagian masih takut untuk memulai proses perizinan.

Sandungan-sandungan seperti soal sertifikasi yang perlu ditinjau ulang, karena perkembangan industri perangkat telekomunikasi memang sangat pesat dan dinamis, sehingga syarat-syarat sertifikasi baku yang ada menjadi sangat menghambat. Jangan sampai Postel hanya berpegang pada prosedur perizinan baku dan mengesampingkan fakta bahwa berbagai ISP kecil inilah yang menjadi ujung tombak penyebaran internet ke daerah-daerah.

Sudah saatnya ISP-ISP kecil ini didukung untuk bisa hidup dengan layak, sebagaimana juga masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah juga layak dan harus dapat mendapatkan akses internet yang mudah dan murah.